SOSIOLOGI POLITIK
1. PENGERTIAN SOSIOLOGI
Sosiologi
berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman
sedangkan Logos berarti
ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam
buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi
tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu
pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari
masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati
perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?]
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di
kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
2. TEORI
SOSIOLOGI
Perkembangan teori sosiologi
pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah
faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan
pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh
perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji
masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan
teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua
universitas, yaitu di Chicago University dan Harvard University. Namun
demikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh
sosiologi ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula
universitas-universitas lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori
penting dalam bidang sosiologi, seperti Columbia University dan University of
Michigan.
Di Chicago
University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok
Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I.
Thomas, Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett
Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh
seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans.
Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya
terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut sebagai teori di luar
mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dari kelompok teori
Marxian.
Perkembangan teori struktural-fungsional
terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang
teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore.
Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara
fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan
bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang
negatif (disfunctions).
Seperti teori umumnya, teori struktural
fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli lainnya. Bahkan menjelang
tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap telah mengalami
kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural fungsional sejalan
dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di dalam tatanan dunia.
Sejalan dengan
perkembangan teori sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya
Peter Blau, yang dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional.
Padahal pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori marxian.
Hampir mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah karya Mill
mengenai sosiologi radikal. Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah buku yang
mengkaji masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun 1962 menerbitkan buku
berjudul The Marxists. Keradikalan Mills dalam mengungkap fenomena sosial
menjadikannya ia tersingkir dan menjadi ahli pinggiran dalam kancah sosiologi
Amerika. Bukunya yang terkenal adalah The Sociological Imagination (1959). Isi
buku tersebut diantaranya adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.
Perkembangan
selanjutnya adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan
berdasarkan pemikiran psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori
interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai awal
kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari
interaksionisme simbolik.
Pada tahun
1960-an dan tahun 1970-an muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan
perspektif sosiologi kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang
dikenal pula dengan nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan
perkembangan teori sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di antaranya
adalah teori integrasi mikro-makro (micro-macro integration), integrasi
struktur-agensi (agency-structure integration), sintesis teoritis (theoritical
syntheses), dan metateori (metatheorizing).
3. PERBANDINGAN SOSIOLOGI DAN
ILMU-ILMU LAINNYA.
a.
Perbandingan
Sosiologi dengan Ilmu Antropologi
Objek
kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat
dan kebudayaan tidak sama, tetapi berperbandingan sangat erat. Masyarakat
menjadi kajian pokok sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.
Jika diibaratkan
sosiologi merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu
bercorak sesuai dengan masyarakat. Masyarakat berperbandingan dengan susunan
serta proses perbandingan antara manusia dan golongan.
Adapun
kebudayaan berperbandingan dengan isi/corak dari perbandingan antara manusia
dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau kebudayaan sangat penting
bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan keduanya berbeda.
b.
Perbandingan
Sosiologi dengan Ilmu Sejarah
Salah satu metode
yang digunakan dalam sosiologi adalah metode historis. Dalam hal ini para
sosiolog selalu memberikan persoalan sejarah kepada ahli sejarah sehingga ilmu
sejarah dipengaruhi oleh perkembangan sosiologi. Oleh karena itu
antara sejarah dan sosiologi mempunyai pengaruh timbal balik. Keduanya mempelajari kejadian dan perbandingan yang dialami masyarakat/manusia. Sejarah mempelajari peristiwa masa silam, sejak manusia mengenal peradaban. Peristiwa-peristiwa itu kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga diperoleh gambaran menyeluruh pada masa lampau serta mencari sebab terjadinya atau memperkuat tersebut.
antara sejarah dan sosiologi mempunyai pengaruh timbal balik. Keduanya mempelajari kejadian dan perbandingan yang dialami masyarakat/manusia. Sejarah mempelajari peristiwa masa silam, sejak manusia mengenal peradaban. Peristiwa-peristiwa itu kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga diperoleh gambaran menyeluruh pada masa lampau serta mencari sebab terjadinya atau memperkuat tersebut.
Selain itu,
sosiologi juga memerhatikan masa silam, tetapi terbatas pada peristiwa yang
merupakan proses kemasyarakatan dan timbul dari perbandingan antarmanusia dalam
situasi dan kondisi yang berbeda.
c.
Perbandingan
Sosiologi dengan Ilmu Politik
Ilmu
politik mempelajari satu sisi kehidupan masyarakat yang menyangkut soal
kekuasaan meliputi upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan
bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Istilah politik dalam hal ini
berbeda dengan istilah politik yang digunakan sehari-hari, yaitu politik
diartikan sebagai pembinaan kekuasaan negara yang bukan merupakan ilmu
pengetahuan tetapi sebagai seni (art). Sosiologi memusatkan perhatiannya pada
sisi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha mendapatkan pola-pola umum
darinya.
d.
Perbandingan
Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu
ekonomi mempelajari usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka
ragam dengan keterbatasan barang dan jasa yang tersedia. Misalnya ilmu ekonomi
berusaha memecahkan persoalan yang timbul karena tidak seimbangnya persediaan
pangan dengan jumlah penduduk, serta mempelajari usaha menaikkan produksi guna
memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun sosiologi mempelajari unsur-unsur
kemasyarakatan secara keseluruhan. Sosiologi mempelajari bagaimana manusia
berinteraksi, bekerja sama, bersaing dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan.
4. PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses
pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan
antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat
politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik
adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
I. Teori Politik
Konsep politik lahir dalam
pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep digunakan dalam menyusun
generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang disebut sebagai teori.
Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa diakatakan sebagai bahasan dan
generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The
Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang
mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan valuational
(mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk,
teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
b. Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas
phenomena dan fakta-fakta politk dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau
nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah “value free” (bebas nilai).
Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian
rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam
generalisasi-generalisasi.
Teori-teori kelompok (a) dibagi menjadi tiga golongan :
1.
Filsafat
politik (political
philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari filsafat
politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan
dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat
ditanggulangi.
2.
Teori
politik sistematis (systematic
political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah
lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba
merealisasikan norma-norma dalam suatu program politk.
3.
Ideologi
politik (political
ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan,
yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan
sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang
menentukan tingkah lakunya.
II. Masyarakat
Manusia mempunyai naluri untuk
hidup bersama orang lain secara bergotong-royong. Manusia memilih jalan untuk
mengorganisir bermacam-macam kelompok dan asosiasi untuk memenuhi keperluan dan
kepentingan-kepentingan fisik maupun mental yang sukar dipenuhi sendiri. Dan
dalam kehidupan berkelompok ini, pada dasarnya manusia menginginkan
nilai-nilai.
Dalam mengamati masyarakat, khususnya masyarakat Barat,
Harold Laswell memperinci delapan nilai, yaitu :
1. Kekuasaan
2. Pendidikan/Penerangan
(enlightenment)
3. Kekayaan (wealth)
4. Kesehatan (Well-being)
5. Keterampilan (Skill)
6. Kasih Sayang (affection)
7. Kejujuran (rectitude) dan
Keadilan (rechtschapenheid)
8. Keseganan (respect).
Masyarakat, menurut Robert
Maciver, adalah suatu system hubungan-hubungan yang ditertibkan (Society means
a system of ordered relations). Menurut Harold J. Laski dari London School of
Economics and Political Science, masyarakat adalah sekelompok manusia yang
hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama
(A society is a group of human beings living together and working together for
the satisfaction of their mutual wants).
III. Kekuasaan
Kemampuan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-laku sesorang atau kelompok lain
sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan
tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan social menurut Ossip
K. Flechtheim adalah keseluruah dari kemampuan, hubungan-hubungan dan
proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain…untuk tujuan-tujuan
yang ditetapkan oleh pemegan kekuasaan (Social power is the sum total of all
the capacities, relationship, and process by which compliance of others is
secured…for ends determinded by the power holder).
Ossip K. Flechtheim membedakan dua macam kekuasaan politik,
yakni :
1.
bagian
dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam Negara (state power), seperti
lembaga-lembaga pemerintahan DPR, Presiden, dan sebagainya.
2.
bagian
dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Definisi yang dieberikan oleh
Robert M. Maciver : Kekuasaan social adalah kemampuan untuk mengendalikan
tingakah-laku orang lain, baik dengan cara langsung dengan memberi perintah,
mamupun tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia
(Social power is the capacity to control the behavior of others either directly
by fiat or indirectly by manipulation of available means).
Robert M. Maciber mengemukakan
bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat berbentuk piramida. Ini terjadi karena
kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikandirinya lebih unggul dari pada
yang lain, yang berarti bahwa kekuasaan yang satu itu lebih kuat dengan jalan
mengkoordinasi keuasaan yang lain.
Kekuasaan yang paling penting
adalah kekuasaan politik. Penertian kekuasaan politik adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya sesuai dengan tujaun-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
IV. Negara
Negara adalah integrasi dari
kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Boleh
dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1.
gendalikan
dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu
sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2.
Mengorganisir
dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan
asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasinal.
6.
PENGERTIAN EKONOMI
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial
yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi,
distribusi,
pertukaran, dan konsumsi
barang
dan jasa.
Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος
(oikos) yang berarti "keluarga,
rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar
diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah
tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah
orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk
ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah
ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas,
sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya
terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang
berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain:
- Faktor Ekonomi
- Faktor Lingkungan Sosial Budaya
- Faktor Fisik
- Faktor Pendidikan
Tindakan Ekonomi
Tindakan
ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan
yang paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu
bakar karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua
aspek, yaitu :
- Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
- Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.
7. PERANAN SOSIOLOGI
DAN POLITIK DALAM KERANGKA ANALISIS
EKONOMI
Rasialisme yang semakin menguat pada masa itu di Afrika
Selatan perlu dikaji bagian-bagaiannya lebih mendalam, agar, terdekteksi makna
mendasar darimana awal kemunculan rasialisme yang imanen dalam masyarakat
Afrika Selatan. Maka, kajian dalam kerangka ekonomi-politik harus dikedepankan
untuk mengetahui dasar-dasar pemikiran yang muncul.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, mereka dibentuk oleh
identitas yang kuat dari suku, agama, etnik atau kebangsaan. Akibatnya,
malapetaka terbesar terjadi karena ada persaingan dan konflik dari
komunitas-komunitas tersebut. Sehingga komunitas dibedakan berdasarkan
kelas-kelas dengan cara mengeksploitasi kelas bawah dan kelas atas secara universal.
Oleh Marx, kemunculan fragmentasi sosial yang terlalu banyak (seperti agama,
politik, ekonomi) adalah akibat dari kesalahan menganalisa sejarah, sejarah
yang terlepas dari relasi produksi. Dimana tatanan sosial-politik-budaya
tersebut lahir dari dialektika basic dan suprastruktur yang diciptakan
oleh kekuasaan pada tiap-tiap periodenya masing-masing. Maka, oleh Marx, segala
hal ihwal yang terkait dengan fragmentasi sosial hanyalah cerminan dari corak
produksi masyarakat, dimana Marx dengan berani menyederhanakan masyarakat dalam
dua kelompok, yaitu, kelompok yang memiliki alat produksi dan kelompok yang
tidak memiliki alat produksi.