Isi tab view pertama
Isi tab view ke 2
Isi tab View ke 3
Isi Tab view ke 4

Kamis, 20 September 2012

Ekonomi Politik


 

SOSIOLOGI POLITIK
1. PENGERTIAN SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

2. TEORI SOSIOLOGI
Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua universitas, yaitu di Chicago University dan Harvard University. Namun demikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan.
Di Chicago University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I. Thomas, Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans. Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut sebagai teori di luar mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dari kelompok teori Marxian.  

Teori Sosiologi Setelah Pertengahan Abad 20
Perkembangan teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).
Seperti teori umumnya, teori struktural fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli lainnya. Bahkan menjelang tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap telah mengalami kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural fungsional sejalan dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di dalam tatanan dunia.
Sejalan dengan perkembangan teori sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya Peter Blau, yang dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional. Padahal pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori marxian. Hampir mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah karya Mill mengenai sosiologi radikal. Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah buku yang mengkaji masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun 1962 menerbitkan buku berjudul The Marxists. Keradikalan Mills dalam mengungkap fenomena sosial menjadikannya ia tersingkir dan menjadi ahli pinggiran dalam kancah sosiologi Amerika. Bukunya yang terkenal adalah The Sociological Imagination (1959). Isi buku tersebut diantaranya adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.
Perkembangan selanjutnya adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan berdasarkan pemikiran psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai awal kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari interaksionisme simbolik.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan perspektif sosiologi kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang dikenal pula dengan nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan perkembangan teori sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di antaranya adalah teori integrasi mikro-makro (micro-macro integration), integrasi struktur-agensi (agency-structure integration), sintesis teoritis (theoritical syntheses), dan metateori (metatheorizing).
3. PERBANDINGAN SOSIOLOGI DAN ILMU-ILMU LAINNYA.
a.         Perbandingan Sosiologi dengan Ilmu Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berperbandingan sangat erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.
Jika diibaratkan sosiologi merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu bercorak sesuai dengan masyarakat. Masyarakat berperbandingan dengan susunan serta proses perbandingan antara manusia dan golongan.
Adapun kebudayaan berperbandingan dengan isi/corak dari perbandingan antara manusia dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau kebudayaan sangat penting bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan keduanya berbeda.

b.        Perbandingan Sosiologi dengan Ilmu Sejarah
Salah satu metode yang digunakan dalam sosiologi adalah metode historis. Dalam hal ini para sosiolog selalu memberikan persoalan sejarah kepada ahli sejarah sehingga ilmu sejarah dipengaruhi oleh perkembangan sosiologi. Oleh karena itu
antara sejarah dan sosiologi mempunyai pengaruh timbal balik. Keduanya mempelajari kejadian dan perbandingan yang dialami masyarakat/manusia. Sejarah mempelajari peristiwa masa silam, sejak manusia mengenal peradaban. Peristiwa-peristiwa itu kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga diperoleh gambaran menyeluruh pada masa lampau serta mencari sebab terjadinya atau memperkuat tersebut.

Selain itu, sosiologi juga memerhatikan masa silam, tetapi terbatas pada peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan dan timbul dari perbandingan antarmanusia dalam situasi dan kondisi yang berbeda.

c.         Perbandingan Sosiologi dengan Ilmu Politik
Ilmu politik mempelajari satu sisi kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan meliputi upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Istilah politik dalam hal ini berbeda dengan istilah politik yang digunakan sehari-hari, yaitu politik diartikan sebagai pembinaan kekuasaan negara yang bukan merupakan ilmu pengetahuan tetapi sebagai seni (art). Sosiologi memusatkan perhatiannya pada sisi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha mendapatkan pola-pola umum darinya.

d.        Perbandingan Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi mempelajari usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam dengan keterbatasan barang dan jasa yang tersedia. Misalnya ilmu ekonomi berusaha memecahkan persoalan yang timbul karena tidak seimbangnya persediaan pangan dengan jumlah penduduk, serta mempelajari usaha menaikkan produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun sosiologi mempelajari unsur-unsur kemasyarakatan secara keseluruhan. Sosiologi mempelajari bagaimana manusia berinteraksi, bekerja sama, bersaing dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan.

4. PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

I. Teori Politik
Konsep politik lahir dalam pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep digunakan dalam menyusun generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang disebut sebagai teori. Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa diakatakan sebagai bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
b. Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah “value free” (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.
Teori-teori kelompok (a) dibagi menjadi tiga golongan :
1.          Filsafat politik (political philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi.
2.          Teori politik sistematis (systematic political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba merealisasikan norma-norma dalam suatu program politk.
3.          Ideologi politik (political ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah lakunya.
II. Masyarakat
Manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama orang lain secara bergotong-royong. Manusia memilih jalan untuk mengorganisir bermacam-macam kelompok dan asosiasi untuk memenuhi keperluan dan kepentingan-kepentingan fisik maupun mental yang sukar dipenuhi sendiri. Dan dalam kehidupan berkelompok ini, pada dasarnya manusia menginginkan nilai-nilai.
Dalam mengamati masyarakat, khususnya masyarakat Barat, Harold Laswell memperinci delapan nilai, yaitu :
1.      Kekuasaan
2.      Pendidikan/Penerangan (enlightenment)
3.      Kekayaan (wealth)
4.      Kesehatan (Well-being)
5.      Keterampilan (Skill)
6.      Kasih Sayang (affection)
7.      Kejujuran (rectitude) dan Keadilan (rechtschapenheid)
8.      Keseganan (respect).
Masyarakat, menurut Robert Maciver, adalah suatu system hubungan-hubungan yang ditertibkan (Society means a system of ordered relations). Menurut Harold J. Laski dari London School of Economics and Political Science, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama (A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants).
III. Kekuasaan
Kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-laku sesorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan social menurut Ossip K. Flechtheim adalah keseluruah dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain…untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegan kekuasaan (Social power is the sum total of all the capacities, relationship, and process by which compliance of others is secured…for ends determinded by the power holder).

Ossip K. Flechtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni :
1.            bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam Negara (state power), seperti lembaga-lembaga pemerintahan DPR, Presiden, dan sebagainya.
2.            bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Definisi yang dieberikan oleh Robert M. Maciver : Kekuasaan social adalah kemampuan untuk mengendalikan tingakah-laku orang lain, baik dengan cara langsung dengan memberi perintah, mamupun tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia (Social power is the capacity to control the behavior of others either directly by fiat or indirectly by manipulation of available means).
Robert M. Maciber mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat berbentuk piramida. Ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikandirinya lebih unggul dari pada yang lain, yang berarti bahwa kekuasaan yang satu itu lebih kuat dengan jalan mengkoordinasi keuasaan yang lain.
Kekuasaan yang paling penting adalah kekuasaan politik. Penertian kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujaun-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
IV. Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1.      gendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2.      Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasinal.

6. PENGERTIAN EKONOMI
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain:

Tindakan Ekonomi

Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :

  • Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
  • Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.

7. PERANAN SOSIOLOGI DAN POLITIK DALAM KERANGKA ANALISIS
    EKONOMI
Rasialisme yang semakin menguat pada masa itu di Afrika Selatan perlu dikaji bagian-bagaiannya lebih mendalam, agar, terdekteksi makna mendasar darimana awal kemunculan rasialisme yang imanen dalam masyarakat Afrika Selatan. Maka, kajian dalam kerangka ekonomi-politik harus dikedepankan untuk mengetahui dasar-dasar pemikiran yang muncul.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, mereka dibentuk oleh identitas yang kuat dari suku, agama, etnik atau kebangsaan. Akibatnya, malapetaka terbesar terjadi karena ada persaingan dan konflik dari komunitas-komunitas tersebut. Sehingga komunitas dibedakan berdasarkan kelas-kelas dengan cara mengeksploitasi kelas bawah dan kelas atas secara universal. Oleh Marx, kemunculan fragmentasi sosial yang terlalu banyak (seperti agama, politik, ekonomi) adalah akibat dari kesalahan menganalisa sejarah, sejarah yang terlepas dari relasi produksi. Dimana tatanan sosial-politik-budaya tersebut lahir dari dialektika basic dan suprastruktur yang diciptakan oleh kekuasaan pada tiap-tiap periodenya masing-masing. Maka, oleh Marx, segala hal ihwal yang terkait dengan fragmentasi sosial hanyalah cerminan dari corak produksi masyarakat, dimana Marx dengan berani menyederhanakan masyarakat dalam dua kelompok, yaitu, kelompok yang memiliki alat produksi dan kelompok yang tidak memiliki alat produksi.