Isi tab view pertama
Isi tab view ke 2
Isi tab View ke 3
Isi Tab view ke 4

Kamis, 27 September 2012

Makalah_Qiroat (Ulumul Qur'an)


BAB I
PEBDAHULUAN

Bangsa Arab merupakan komunitas terbesar dengan berbagai suku termaktub didalamnya. Setiap suku memiliki dialek (lahjah) yang khusus dan berbeda dengan suku-suku lainnya. Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan kondisi alam, seperti letak geografis dan sosio cultural pada masing-masing suku. Mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya.
Di sini, perbedaan-perbedaan lahjah itu membawa konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan al-Qur’an. Lahirnya bermacam-macam qira’ah itu sendiri, tidak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu,. Sabdanya al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf) dan hadis-hadis lainnya yang sepadan dengannya.
Makalah ini akan membahas tentang hal tersebut. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Sejarah qiraat
2. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan qiraah.
3. Penyebab perbedaan qiraat
4. Apa saja bentuk qira’ah, dan
5. Urgensi Mempelajari Qiroat






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Qiro’at dan Sejarah Perkembangannya
Bahwa bangsa Arab, yang padanya Nabi Muhammad SAW itu diutus, mereka terdiri dari berbagai suku bangsa atau kabilah. Tempat tinggalnya di tanah tandus padang pasir, hidup secara berkelompok yang berjauhan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Bahasa resminya adalah bahasa Arab, yang masing-masing kabilah itu mempunyai lahjah (dialek, bunyi suara) yang berbeda-beda. Dari sekian banyak lahjah yang ada, maka lahjah suku Quraisylah yang paling tinggi mutunya serta paling banyak dipergunakan orang.[1]
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an, dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berbangsa Arab itu, maka sudah selayaknya kalau Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab. Seperti telah diterangkan tadi, bhawa lahjah Quraisy merupakan lahjah yang terbaik dan yang paling banyak dipergunakan orang, maka sudah pada tempatnya pula kalau yang dipilih itu juga lahjah Quraisy, sebagaimana Nabi Muhammad itu juga berasal dari suku Quraisy.
Sahabat-sahabat Nabi terdiri dari berbagai kabilah yang masing-masing mempunyai lahjah sendiri-sendiri, berlainan satu dengan lainnya. Memaksa mereka membaca Al-Qur’an dengan lahjah yang tidak lazim dan tidak dikuasainya adalah suatu hal yang menyulitkan. Merubah lahjah yang sudah terbiasa, bukanlah pekerjaan yang gampang.[2]

B.     Pengertian Qiro’at
Qiroat adalah bentuk jamak dari kata qiraah yang secara bahasa berarti bacaan. Secara istilah, Al-Zarqani megemukakan defenisi qiraah sebagai berikut:
“suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur dari padanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaannya”.[3]

Defenisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama, qiraat dimaksudkan menyangkut bacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Cara membaca Al-Qur’an berbeda dari satu imam dengan imam qiraah lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qiroah didasarkan atas riwayat dan bukan atas qias atau ijtihad. Ketiga, perbedaan anatar qiraah-qiraah bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.
Disamping itu, bn al-Jazari membuat defenisi berikut:




“Qiraat adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalmat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya”.
Menurut dia, Al-Muqri’  adalah seorang yang mengetahui qiraah-qiraah dan meriwayatkannya kepada orang lain secara lisan. Sekiranya ia hafal kitab Al-Taisir (kitab qiraah) misalnya, ia belum dapat meriwayatkan (yuqri’) isinya selama orang yang menerimanya dari gurunya secara lisan tidak menyampaikan kepadanya secara lisan pula dengan periwayatan yang bersambung-sambung (musalsal).




C.    Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qiraat
  1. Latar Belakang Historis
Qiraat sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qiraat bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi di atas:
a.       Suatu ketika ‘Umar bin Al-Khattab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat Al-Qur’an. ‘Umar tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu ia membaca surat Al-Furqan. Menurut ‘Umar, bacaan Hisyam tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi kepadanya. Namun, Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari Nabi. Seusai shalat, Hisyam diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa di atas. Nabi menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, nabi bersabda:



Artinya:
memang begitulah Al-Qur’an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu”.
b.       Di dalam riwayatnya, Ubai pernah bercerita:
saya masuk ke masjid untuk mengerjakan shalat, kemudian datanglah seseorang dan membaca surat An-Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan bacaan saya. Setelah selesai, sayabertanya, “Siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?” ia menjawab, “Rasulullah SAW”. Kemudian, datanglah seseorang mengerjakan shalat dengan membaca permulaan surat An-Nahl[16], tetapi bacaannya berbeda dengan bacaan saya dan bacaan teman tadi. Setelah shalatnya selesai, saya bertanya, “Siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?” Ia menjawab, “Rasulullah SAW”. Kedua orang itu lalu saya ajak menghadap Nabi. Setelah saya sampaikan masalah ini kepada Nabi, beliau meminta salah satu kepada dua orang itu membacakannya lagi surat itu. Setelah bacaannya selesai, Nabi bersabda, ‘Baik. Kemudian, Nabi meminta kepada yang lain agar melakukan hal yang sama. Dan Nabi pun menjawabnya dengan baik.”

  1. Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada’)
Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad khalil, perbedaan qira’at itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Hal itulah yang mendorong beberapa utama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara menghafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut :[4]
a.       Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat, misalnya pada firman Allah pada surat An-nisa’ ayat 37 tentang pembacaan “Bil Buhkhli” (artinya kikir), disini dapat dibaca dengan harakat “Fatha” pada huruf Ba’-nya, sehingga dibaca Bil Bakhli, dapat pula dibaca “Dhommah” pada Ba’-nya, sehingga menjadi Bil Bukhli.
b.      Perbedaan I’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya, misalnya pada firman Allah surah Saba’ ayat 19, yang artinya “ Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami “. Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah diatas adalah “ba’id karena statusnya fi”il amar, maka boleh juga dibaca ba’ada yang berarti kedudukannya menjadi fi’il mahdhi artinya telah jauh
c.       Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 259, yang artinya “dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali.”
d.      Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Qoria’ah ayat : 5, yang artinya “……..dan gunung-gunung seperti bulu yang dihamburkan “. Dalam ayat tersebut terdapat bacaan “kal-ih-ni” dengan “ka-ash-shufi” sehingga kata itu yang mulanya bermakna bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu domba.
e.       Perbedaan pada kalimat yang menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya, misalnya pada ungkapan “thal in mandhud” menjadi “thalhin mandhud”
f.       Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya, misalnya pada firman Allah dalam surah Qof ayat : 19, yang artinya “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya”.
g.      Perbedaan dengan menambahi dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah dalam surah al-Baqarah: 25, yang artinya “…surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.”

D.    Sebab-sebab Perbedaan Qiroat
Sebab-sebab munculnya beberapa qiraat yang berbeda adalah :[5]
1.      Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya,  nabi memakai beberapa versi qiraat.
2.      Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam al-Qur’an. Contohnya ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul “atta hin”. Padahal ia menghendaki “hatta hin.
3.      Adanya riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi Qiroat yang ada.
4.      Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya al-Qur’an.
E.     Macam-macam Qiroat
1.      Dari segi kuantitas
a.       Qiraah sab’ah (qiraah tujuh) Kata sab’ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh.
b.      Qiraat Asyrah (qiraat sepuluh)
Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan di atas ditambah tiga qiraat
c.       Qiraat Arba’at Asyarh (qiraat empat belas)
Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan di atas ditambah dengan empat qiraat lagi, yakni : al-Hasan al-Bashri (w. 110 H), Muhammad bin Abdurrahman (w. 23 H), Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi and-Nahwi al-Baghdadi (w. 202 H), Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad asy-Syambudz (w. 388 H).[6]

2.      Dari segi kualitas
Berdasarkan penelitian al-Jazari, berdasarkan kualitas, qiraat dapat dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu:[7]
a.       Qiraat Mutawatir, yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari awal sampai     akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta. Umumnya, qiraat yang ada masuk dalam bagian ini.
b.      Qiraat Masyhur, yakni qiraat yang memiliki sanad sahih dengan kaidah bahasa arab dan tulisan Mushaf utsmani. Umpamanya, qiraat dari tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda, sebagian perawi, misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut, sementara yang lainnya tidak, dan qiraat semacam ini banyak digambarkan dalam kitab-kitab qiraat.
c.       Qiraat Ahad, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf Utsmani dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemasyhuran dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan.
d.      Qiraat Syadz, (menyimpang), yakni qiraat yang sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis qiraat ini. 5. Qiraat Maudhu’ (palsu), seperti qiraat al-Khazzani
e.       As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang keenam, yakni qiraat yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran. Umpamanya qiraat Abi Waqqash.

F.     Urgensi Mempelajari Qiroat
1.      Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama.
2.      Dapat man-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama.
3.      Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.
4.      Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
5.      Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Qur’an yang mungkin sulit dipahami maknanya.[8]







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-Qur’an baik menyangkut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf. Qiraat memiliki bermacam-macam, yakni qiraat sab’ah, qiraat asyrah dan qiraat arbaah asyrah.
Qiraat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum akibat perbedaan kata, huruf dan cara baca. Pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu qira’at sangatlah penting. Hal ini ditujukan agar kita tidak saling berselisih karena perbedaan cara baca ayat Alquran seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan. Perbedaan versi qira’at disebabkan karena para ulama berlainan dalam menerima bacaan ayat, sehingga terjadi perselisihan di antara ulama. Kemudian khalifah Ustman bin Affan menyalin dan menyebar luaskan ayat Alquran pada masa Abu Bakar Ash Siddiq ke berbagai daerah untuk mengatasi perselisihan.












DAFTAR PUSTAKA

Anwar,  Rosihon. 2008. Ulum Al-Quran. Jakarta: CV Pustaka Setia.
Muhammad, Teungku Hasbi 1999. Ulumul Qur’an. Semarang: PT Pustaka Riski Putra.
Wahid, Ramli Abdul. 1993. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali.

 


[1] Teungku Muhammad Hasbi, Ulumul Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Riski Putra, 1999), hlm. 98.
`               [2] Ibid., hlm. 99.
[3] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali, 1993), hlm. 115.
[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, (Jakarta: CV Pustaka Setia, 2008), hlm. 146.
[5] Ibid,. Hlm. 148.
[6] Ibid,. Hlm. 149.
[7] Ibid,. Hlm. 151.
[8] Ibid,. Hlm. 155.

Makalah _Fawatih


BAB I
PENDAHULUAN

Allah swt menurunkan al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang didalamnya menjelaskan segala sesuatu dan tidak akan pernah sesat orang nyang menjadikan nya sebagai pedoman bagi kehidupan sehari-hari.maka seyogianyalah setiap orang islam harus senantiasa mempelajari dan mengkaji apa-apa nyang ada didalamnya karena semakin banyak kita mengkaji al-qur’an maka akan semakin banyak kita menemukan khazanah keilmuan yang ada didalamnya serta hikmah-hikmah nyang belum kita dapat sebelumnya.maka dalam makalah yang singkat ini kami selaku pemakalah akan mencoba menjelaskan sebagian kecil dari ulumul qur’an yang berkisar tentang fawatih al-suwar.
Ada poin-poin yang akan kami ketengahkan sebagai berikut :
  • Pegertian fawatih al-suwar
  • Macam-macam fawatih al-suwar
  • Pendapat ulama tentang fawatih al-suwar
  • Urgensi mempelarari tentang fawatih al-suwa
Dalam makalah yang singkat ini masih banyak terdapat kekurangan itu disebabkan karena keterbatasan kami selaku pemakalah maka kami mohon ma’af serta keritik dan saran sangat kami harapkan dari teman-teman demi untuk perbaikan makalah ini, tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu sebagai dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini, dan akhir dari segalanya kami serahkan kepada Allah swt mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfa’at Amin ya rabbal ‘alamin.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Fawatih al-Suwar
Dari segi bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.[1]
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat.

B.     Macam-macam fawatih al-suwar
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang pembukaan surat Alquran, diantaranya sebagai yang dilakukan al-Qasthalani. Ia mengiventarisir Fawatih al-Suwar menjadi sepuluh macam. Sementara Ibn Abi al-Isba dalam kitabnya al-Khaqatir al-Sawanih fi Asrar Fawatih, hanya menyebutkan lima saja.

a.      Pembukan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah bi al-tsana).
Pujian kepada Allah ada dua macam, yaitu:[2]
1.      Menetapkan sifat-sifat terpuji kepada Allah (al-itsbat shifat al-madhiy)    dengan menggunakan salah satu lafal berikut.
a.       Memakai lafal hamdalah, yakni dibuka dengan (الحمد لله), yang terdapat dalam 5 surat.
b.      Memakai lafal (تبارك), yang terdapat dalam 2 surat.
2.      Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (tanzih ‘an sifat naqshim) dengan menggunakan lafal tasbih, (يسبح\سبح\سبح\سبحن) sebagai yang terdapat dalam 7 surat.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata masing-masing surat tersebut menetapkan sifat-sifat yang negatif. Surat-sufat yang diawali dengan pujian ini memiliki tasbih itu merupakan monopoli Allah. Dalam hal ini, tasbih dimulai dengan mashdar dan selanjutnya diikuti dengan fi’il. Ini semua dimaksudkan agar mencakup seluruh tasbih, sekaligus menunjukkan betapa ajaibnya Al-Quran itu.
b.      Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-putus (Istiftah bi al-huruf al-muqatha’ah).
Pembukan dengan huruf-huruf ini  terdapat  dalam 29  surat dengan memakai 14      huruf tanpa diulang, yakni (ا\ي\هـ\ن\م\ل\ك\ق\ع\ك\ص\س\ر\     Penggunan huruf-huruf tersebut dalam pembukaan surat-surat Alquran disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari kelompok berikut:
1.      Kelompok sederhana, terdiri dari satu huruf, terdapat dalam 3 surat, yakni (ص) (QS. Shad); (ق) (QS. Qaf); dan (ن) (QS. Nun).

2.      Kelompok yang terdiri dari dua huruf, tedapat dalam 3 surat, yakni (حم) (QS. Al-Mu’min; QS. Al-Sajdah; QS. Al-Zukhruf, QS. Al-Dukhan; QS. Al-Jatsiyah; dan QS.Al-Ahkaf; (طه) (QS. Thaha); (طس) (QS. Al-Naml); dan (يس) (QS. Yasin).
3.      Kelompok yang terdiri dari tiga huruf, yakni (الم) QS. Al-Bqarah, QS. Ali Imran, QS. Al-Ankabut, QS. Al-Rum, QS. Luqman dan QS. Al-Sajdah).
4.      Kelompok yang terdiri dari empat huruf, yakni (الر) (QS. Al-Ra’ad) dan (المص) (QS. Al-A’raf). Kelompok yang terdiri dari lima huruf, yakni rangkaian ((كهيعص (QS. Maryam) dan (حم عسق) (QS. Al-Syuara).
c.       Pembukaan dengan panggilan (al-istiftah bi al-nida).
Nida ini ada tiga macam, yaitu nida’ untuk nabi, nida untuk  kaum mukminin dan nida untuk umat manusia.            .
d.      Pembukaan dengan kalimat (jumlah) khabariah (al-istiftah bi al-jumal al-khabariayyah).
Jumlah khabariyyah di dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu:
1.      Jumlah ismiyyah
Jumlah ismiyyah yang menjadi pembuka surat terdapat 11 surat, yaitu:
a.       (براءة من الله ورسوله) (Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan rasul-Nya (QS. Al-Taubah).
b.      (سورة انزلناها وفرضناها) (ini adalah) satu surat yang Kami nuzulkan dan kami wajibkan (QS. Al-Nur);
c.       (تنزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم) /Kitab Alquran ini dinuzulkan oleh Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Zumar);
d.      (الذين كفروا زصلوا عن سبيل الله) (orang-orang kafir dan menghalang-halangi (manusia), dari jalan Allah), (QS. Muhammad);
e.       (ان فتحنالك فتحا مبينا) / Sunngguh kami telah, memberikan keapdamu kemenangan yang nyata (QS. Al-Fath);
f.       (الرحمان علم القران) /Alah Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan, (QS. Al-Rahman);
g.      (الحاقة ماالحاقة) / Kiamat, apakah hari kiamat itu? (QS. Al-Haqqa);
h.      (ان ارسلنانوحا الي قوم) /Sungguh telah mengutus Nuh kepada kaumnya (QS. Nuh) ;
i.        (انا انزلنه في ليلة القدر) /Sungguh telah menurunkannya (Alquran) pada malam al-Qadr (QS. Al-Qadr); QS. Al-Qadr;
j.        (القارعة ما القارعة) /Hari Kiamat, apakah Hari kiamat itu?(QS. Al-Qari’ah);
k.      (انا اعطيناك الكوثر) /Sungguh kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (QS. Al-Kawtsar).
2.     Jumlah fi’liyah
Jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat-surat Alquran terdapat dalam 12 surat, yaitu:
a.       (يسئلونك عن الانفال) /Mereka bertanya kepadamu tentang pendistribusian harta rampasan perang (QS. Al-Anfal);
b.      (اتي امرالله فلا تستعجلوه) /Telah pasti datangnya ketetapan Allah itu, maka janganlah minta disegerakan (QS. Al-Nahl),
c.       (اقترب للناس حسابهم) /Telah dekat datangnya saat itu (QS. Al-Qamar);
d.      (قدافلل المئمنون) /Sungguh beruntung orang-orang yang beriman (QS. Al-Mukminun;
e.       (اقتربت الساعة) /telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalam mereka (QS. Al-Anbiya);
f.       (قدسمع الله قول التي تجادلك) /Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpanya (QS. Al-Ma’arij);
g.      (لاقسم بيوم القيامة) /Aku bersumpah dengan hari kiamat (QS. Al-Qiyamah);
h.      (لااقسم بهذا البلاد) /Aku bersumpah dengan kota ini, Makkah (QS. Balad);
i.        (عبس وتولي) /Dia (Muhammad) bermuka Masam dan berpaling (QS. ‘Abasa)
j.        (لم يكن الذين كفروا من اهل الكتاب) /Dia Orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan agamanya (QS. Al-Bayyinah);
k.      (الهاكمتكاثر) /Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (QS. Al-Takatsur).
e.        Pembukaan dengan sumpa (al-istiftah bi al-qasam).
Sumpah yang digunakan dalam pembukaan surat Al-quran ada tiga macam dan terdapat dalam 15 surat.
1.      Sumpah dengan benda-benda angkasa, misalnya (والصفات) (Demi rombongan yang bersaf-saf) dalam QS. Al-Shaffat; (والنجم) (Demi bintang) dalam surat al-Najm; (زالمرسلات) (Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa) dalam QS. Al-Nai’at; (والسماء ذات البروج) (Demi lagit yang memiliki gugusan bintang) dalam QS. Al-Buruj; (والسماء و الطارق) (Demi langit dan yang datang pada malam harinya) dalam QS al-Thariq; (والفجروليال عشر) (Demi fajar dan malam yang sepuluh) dalam QS. Al-Fajr; dan (والشمس والضحها) (Demi matahari dan cahanyanya di waktu duha) dalam QS. Al-Syams.
2.      Sumpah dengan benda-benda bawah, misalnya (والذاريات ذروا) (Demi angin yang menerbangkan debu dengan sekuat-keuatnya) dalam QS. Al-Dzariyyat; (والطور) (Demi bukit Thur) dalam QS. Al-Thur; (والتين) (Demi buah Tin) dalam QS. Al-Thin; (والعاديت) (Demi kuda perang yang berlari kencang) dalam QS. Al-‘Adiyat.
3.      Sumpah dengan waktu, misalnya (واليل) (Demi malam) dalam QS. Al-Layl; (والضحي) (Demi waktu duha) dalam QS. Al-Dhuha; (والعصر) (Demi waktu) dalam QS. Al-Ashr.
f.       Pembukaan dengan syarat (al-istiftah bi al-syarth).
Syarat yang digunakan dalam pembukaan surat Al-Quran ada dua macam dan digunakan dalam 7 surat, yakni:
1.      (اذالشمس كورت) / Apabila matahari digulung dalam QS. Al-Takwir;
2.      (اذالشماء انفطرت) /Apabila langit terbelah, dalam QS. Al-Infithar;
3.      (اذالشماء انشقت) /Apabila langit terbelah, dalam QS. Al-Insyiqaq,
4.      (اذا واقعت الواقعة) /Apabila terjadi hari kiamat , dalam QS. Al-Waqi’ah;
5.      (اذاجاءك المنافقون) /Apabila orang-orang munafik datang kepedamu, dalam QS. Al-Munafiqun;
6.      (اذا زلزلت الارض زلزالها) /Apabila bumi dogoncangkan dengan goncangan yang dahsyat, dalam QS. Al-Zaljalah;
7.      (اذاجاءنصرالله والفتح) /Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dalam QS. Al-Nashr.
g.      Pembukaan dengan kata kerja perintah (al-istiftah bi al-amr)
1.      Dengan (اقرأ) bacalah, yang hanya terdapat dalam QS. Al-Alaq
2.      Dengan (قل) katakanlah, yang terdapat dalam QS al-Jin, QS. Al-Kafirun, QS. Al-Falaq dan QS. Al-Nas.
h.      Pembukaan dengan pertanyaan (al-istiftah bi al-istifham)
Bentuk pertanyaan ini ada dua macam yaitu:
1.      Pertanyaan, positif yang pertanyaan dengan menggunakan kalimat positif. Pertanyaan ini digunakan dalam 4 pendahuluan surat Alquran, yaitu: (هل اتي علي الانسان حين من الدهر) Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa dalam QS. Al-Dahr, (عم يتساءلون . عن البإالعجيم) Tentang apakah mereka saling bertanya tentang berita yang besar, dalam QS al-Naba, (هل اتاك حديث الغاشية) Sudah datangkah kepadamu berita tentang hari pembalasan? Dalam QS. Al-Ghasyiyah, (ارايت الذي يكذب بالدين) Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan agama? Dalam QS. Al-Ma’un.
2.      Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat; negatif, yang hanya terdapat dalam dua surat, yakni (الم نشرح لك صدرك) Bukankah kami telah melapangkan dadamu untukmu, dalam QS. Al-Insyirah dan (الم تركيف فعل ربك بأصحب الفيل) Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah dalam QS. Al-Fil.
i.        Pembukaan dengan doa (al-istiftah bi al-du’a)
Pembukan dengan doa ini terdapat dalam tiga surat. Yaitu: ويل لكل همزةلمزة (Kecelakaan bagi orang-orang yang curang) dalam QS. Al-Muthaffifin,  
تبت يدا ابي لهب وتب (Binasalah tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa) dalam QS. Al-Lahab.
j.        Pembukaan dengan alasan (al-istiftah bi al-ta’lil)
Pembukan  dengan  alasan ini  hanya   terdapat   dalam QS.   Al-Quraisy
(لإيلف قريش) Karena kebiasaan orang-orang Quraisy..

C.    Pendapat Para Ulama tentang Fawatih as-Suwar
1.      Menurut ahli tafsir
Menurut Ibnu Abbas berdasarkan riwayat Ibnu abi Hatim, huruf-huruf itu menunjukkan nama Tuhan. Alif Lam Mim, yang terdapat dalam pembukaan surat Al-baqarah, ditafsirkan degna Ana Allah A’lam (Akulah Allah Yang Mahatahu). Alif Lam Ra’ ditafsirkan dengan Ana Allah Ara (Akulah Allah Yang Maha Melihat).


2.      Mufasir Orientalis
Pendapat yang paling jauh menyimpang dari kebenaran adalah dari seorang orientalis yang bernama Noldeke dari Jerman, yang kemudian dikoreksi, bahwa awalan surat itu tidak lain adalah huruf depan dan huruf belakang dari nama-nama para sahabat Nabi. Misalnya: Huruf Sin adalah dari nama Sa’ad Bin Abi Waqosh, Mim adalah huruf depan dari nama Al-Mughiroah, huruf nun adalah dari nama Usman Bin Affan.
3.      Menurut ahli theologi dan tasawwuf
Kelompok theolog biasanya menafsirkan al-Qur’an untuk melegitimasi doktrindoktrin mereka. Sebagaimana pendapat Syi’ah yang mengatakan bahwa pengulangan dalam kelompok huruf itu dibuang, akan terbentuklah sebuah pernyataan  صراط علي علي حق (jalan yang ditempuh Ali dalah kebenaran yang harus kita pegang). Sebagaimana syi’ah Ulama Sunni juga membuat pernyataan sebagai bantahan bahwa yang benar adalah
 السنة  مع طريقك صح
4.      Rasyid Ridha
As-sayyid rasyid ridha tidak membenarkan al-quwaibi diatas, karena nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu. Rasyid ridha berpendapat sesuai dengan ar-Razi bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang musyrik mekkah dan ahli kitab madinah. Karena orang-orang kafir apabila nabi membaca al-Qur’an mereka satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya, seperti dijelaskan dalam surat fushilat ayat 26.
5.      Mufasir Dari Kalangan Syi’ah
Kelompok syi’ah berpendapat bahwa jika huruf-huruf awalah itu dikumpulkan setelah dihapus ulangan-ulangannya maka akan berarti : “Jalan Ali adalah kebenaran yang kita pegang teguh”. Perwakilan itu kemudian dijawab oleh kelompok Ahlu Sunnnah, dan jawabannya berdasarkan pengertian yang mereka peroleh dari huruf-huruf awalan itu yang juga dihapus di ulangan-ulangannya dengan mengatakan “Benarlah jalanmu bersama kaum Ahlu Sunnah”.
Dari pendapat para ahli tentang Fawatihus Suwar, dapat dilihat bahwa pentakwilan sebuah ayat sangat banyak macamnya. Hal ini boleh jadi didasari oleh pendidikan dan ilmu - ilmu yang dimilikinya serta kecenderungan mereka mengkaji Al-Qur’an secara lebih luas.[3]

D.    Hikmah Adanya Fawatih as-Suwar
Fawatih as-Suwar merupakan salah satu masalah yang paling rumit yang dihadapi oleh para peneliti al-Qur'an, baik sudut ilmiah maupun historis di kalangan para sahabat Nabi, sampai sekarang dalam penafsirannya belum menemukan secara pasti. Meskipun demikian ditetapkan dari sejumlah pendapat-pendapat tersebut di atas yang mendekati rasional ada tiga yaitu:
-          Mereka yang mengatakan bahwa fawatih as-suwar yang terdapat pada sebagian surat-surat al-Qur'an itu dimaksudkan untuk mengalihkan pandangan kaum musyrikin agar mau mendengarkan al-Qur'an yang tersusun dari huruf-huruf tersebut.
-          Mereka yang berpendapat, bahwa yang dimaksudkan dengan fawatih as-suwar itu untuk menunjukkan pandangan mereka bahwa al-Qur'an tersusun dari huruf-huruf itu, tetapi mereka tidak mampu membuatnya, padahal mereka sehari-harinya sering mengucapkan dengan kata-kata huruf tersebut.
Dengan demikian maka al-Qur'an menjadi bukti bahwa ia datang dari Allah dan bukan dari Muhammad SAW. Kalau mereka (orang musyrikin dan ahli kitab, baik yang berada di Makkah, Madinah atau di luar) itu jujur dengan melihat kenyataan yang ada.
-          Bagi orang Arab membaca huruf-huruf (alif lam mim dan seterusnya) seperti itu menarik perhatian sekali karena belum pernah mereka dengar. Jadi, perhatian mereka tertuju sepenuhnya pada apa yang akan disebutkan Rasulullah SAW. Sesudah itu pada umumnya yang diterangkan sesudah itu ialah tentang al-Qur'anul Karim. Mukjizatnya, kebenarannya, wahyu Allah SWT dan lain-lain soal yang sangat penting. Kalau diumpakan dalam rapat ibarat perlu ketua rapat untuk menenangkan rahadirin agar perhatian penuh tertuju kepada uraian ketua rapat. Inilah tafsir yang masuk akal.
Al-Qur'an memiliki banyak keistimewaan dari segi makna dan kebahasaan. Dari segi makna, memang banyak sekali penafsiran-penafsiran spekulatif terhadap huruf-huruf itu. Dikatakan spekulatif karena penafsiran-penafsiran mengenai hal itu tidak didahului pengungkapan konteks historisnya.
Menjadi penting pula untuk diperhatikan asumsi sebagian ulama bahwa fenomena huruf muwatta’ah sebagai fawatih as-suwar bisa jadi karakter-karakter tampilan huruf atau kalimat yang ada di dalam al-Qur'an itu sangat kuat dipengaruhi gaya bahasa dan seni syair bangsa Arab. Misalnya yang berhubungan dengan teori singkatan-singkatan. Diriwayatkan oleh al-Farra’ dan az-Zajjaj bahwa suatu kaum menafsirkan makna Qaf dengan qadhallahu ma huwa kain (Allah menakdirkan apa yang terjadi). Mereka berpendapat dengan (kukakatakan kepadanya: “Berhentilah!”, ia menjawab Qaf maknanya: “Berhentilah engkau”). [4]









BAB III
PENUTUP

Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini adalah: Fawatih as-suwar adalah pembuka-pembuka surat, karena posisinya di awal surat dalam al-quran menurut al-Qasthalani seluruh surat dalam al-quran dibuka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut, sedangkan menurut Ibnu abi al-Isba’ hanya lima macam saja
Para ulama berpendapat bahwa huruf-huruf fawatih as-suwar itu secara umum telah sedemikian azali maka banyak ulama yang tidak berani menafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap makna huruf-huruf tersebut.
Adapun urgensi mempelajari fawatih as-suwar itu secara pokok adalah sEbagaimana supaya bertambah keimanan kita dan keyakinan kita terhadap kebenaran ayat-ayat Allah swt. Dan menjadi pedoman dalam kehidupan kita.













DAFTAR PUSTAKA

Rofi’i, Ahmad  dan Ahmad Syadali. 1997. Ulumul Qur’an I. Bandung: Pustaka Setia.

Supiana dan M. Karman. 2002. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika.



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI……………………………………………………………………… i          
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
BAB II  PEMBAHASAN................................................................ 2
E.         Pengertian Fawatih al-Suwar.................................................................... 2
F.          Macam-macam fawatih al-suwar............................................................... 2
G.        Pendapat Para Ulama tentang Fawatih as-Suwar..................................... 9
H.        Hikmah Adanya Fawatih as-Suwar.......................................................... 11

BAB III PENUTUP........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA






[1] Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 171.
[2] Ibid., hlm. 172.
[3] Ahmad Rofi’i dan Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 178.